Sabtu, 31 Desember 2011

HUKUM KESEHATAN



TEKNOLOGI REPRODUKSI BUATAN

A. PENGERTIAN TEKNOLOGI REPRODUKSI
            Teknologi reproduksi  atau dalam UU Kesehatan disebut dengan kehamilan di luar cara alami merupakan ilmu reproduksi atau ilmu tentang perkembangbiakan yang menggunakan peralatan serta prosedur tertentu untuk menghasilkan suatu produk (keturunan).
            Teknologi reproduksi buatan telah menjadi topik hangat selama ini. Banyak para ahli yang telah mengembangkan teknologi yang berhubungan dengan reproduksi buatan tersebut, seperti inseminasi buatan, bayi tabung, TAGIT (Tandur Alih Gamet Intra Tuba), ZIFT (Zigot Intrafallopian Transfer), Fertilisasi In Vitro ( In Vitro Fertilization), Partenogenesis dan cloning.

B. SEJARAH TEKNOLOGI REPRODUKSI BUATAN
            1. Iseminasi Buatan (IB)
            Penelitian ilmiah pertama kali dalam bidang inseminasi buatan dilakukan oleh ahli fisiologi dan anatomi asal Italia tahun 1780, yakni Lazzaro Spallanzani. Setelah sukses melakukan percobaan inseminasi buatan pada amfibi, dia terinspirasi untuk mencoba pada anjing peliharaannya yang tiba-tiba birahi menggunakan spuit lancip dan langsung dideposisikan ke dalam uterus. Setelah 60 hari inseminasi, lahirlah 3 anak anjing yang mirip induk dan pejantan yang diambil semennya. Tahun 1782, penelitian tersebut dilanjutkan oleh P. Rossi dengan hasil yang juga memuaskan. Lazzaro Spllanzani juga membuktikan bahwa daya pembuahan (fertilisasi) semen terletak pada spermatozoanya, bukan pada cairan (plasma) semen. Tahun berikutnya 1803, Lazzaro Spallanzani menyumbangkan kembali keilmuannya tentang pengaruh pendinginan (pembekuan) terhadap viabilitas (daya hidup spermatozoa). Berkat jasa-jasanya keilmuannya dalam bidang fisiologi reproduksi, Lazzaro Spallanzani mendapatkan kehormatan sebagai “Bapak Inseminasi”.
            Inseminasi Buatan (IB) di Eropa pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter hewan asal Perancis tahun 1890, yaitu Repiquet. Namun, hasil-hasil penelitiannya masih belum memuaskan. Kemudian Prof Hoffman dan Stuttgart dari Jerman mencoba mengatasi kegagalan tersebut dengan menganjurkan agar IB dilakukan pasca kawin alam. Meskipun cukup berhasil, namun cara ini diakui banyak kelemahan dan kurang praktis dilaksanakan.
            Tahun 1899, Direktur Peternakan Kuda Kerajaan Rusia yang berusaha memajukan peternakan menarik peneliti dan pelopor bidang IB yakni Ellia I. Evannoff untuk kemungkinan penggunaan IB. Ellia I. Evannoff selain berhasil mengembangkan ternak kuda juga sukses menginseminasi untuk pertama kalinya hewan ternak jenis sapi dan domba. Dan tahun 1902, Sand dan Stripbold asal Denmark berhasil menemukan 4 konsepsi posisi IB yang tepat dari 8 ekor kuda betina yang di IB. Kesuksesan terbesar hasil IB pertama kalinya diraih Askaniya-Nova (1912), menghasilkan 31 konsepsi (angka kebuntingan) dari 39 kuda betina yang di IB, sedangkan dengan kawin alam hanya 10 konsepsi dari 23 yang di IB.
            IB semakin berkembang pesat sejak ditemukannya teknologi pembekuan semen beku sapi dalam bentuk straw tahun 1940 oleh Sorensen (Denmark) dan kemudian disempurnakan oleh Cassau dari Perancis. C. Polge, A.U. Smith dan A.S. Parkes dari Inggris tahun 1949, mampu menyimpan semen dalam waktu lama dengan suhu pembekuan mencapai -79 oC menggunakan dry ice (CO2 padat) sebagai pembeku dan gliserol sebagai pengawet sekaligus pencegah cekaman dingin (cold shock) yang dapat merusak membran sperma. Pembekuan ini disempurnakan lagi dengan ditemukannya Nitrogen Cair sebagai pembeku hingga suhu -169 OC.

            2. Bayi Tabung

             Teknik untuk melahirkan bayi tabung melalui proses Persenyawaan Luar Rahim (In Vitro Fertilization/IVF) berhasil dilakukan pada hewan. Orang pertama yang melakukannya adalah Dr. Shang di Boston, US pada tahun 1959 yang telah berhasil dengan teknik IVF. Kemudian dilakukan uji pada tikus tahun 1968. Pakar pertama yang melakukan teknik IVF ini pada manusia adalah Dr. Robert Edwards pada tahun 1965 dan usahanya yang pertama berhasil dilakukan pada tahun 1976. Malangnya, kehamilan tersebut adalah kehamilan ektopik (embrio tertempel pada tuba Fallopi) dan pembedahan terpaksa dilakukan. Pada 25 Juli 1978, di Oldham General Hospital, England, lahir bayi tabung uji pertama dalam sejarah dunia yaitu Louise Brown atas usaha (Prof) Dr. Robert Edwards dan Dr Patrick Steptoe. Kelahiran Louise Brown melalui persenyawaan luar rahim (IVF) telah membuka lembaran baru dan merupakan batu loncatan dalam dunia teknologi reproduksi. Peristiwa ini telah mengubah pilihan bagi pasangan yang menghadapi masalah ketidaksuburan untuk menggunakan teknologi reproduksi buatan. Dalam tempo 20 tahun, IVF telah menjadi subjek atau perkara utama dalam teknologi reproduksi dan klinik-klinik terutama di negara maju.

            Teknik bayi tabung sempat mencatat keberhasilan luar biasa dan menggemparkan dunia. Sejak kelahiran Louise Brown, teknik bayi tabung atau In Vitro Fertilization (IVF) semakin populer saja di dunia. Di Indonesia, IVF pertama kali diterapkan di Rumah Sakit Anak-Ibu (RSAB) Harapan Kita, Jakarta, pada 1987. Teknik yang kini disebut IVF konvensional itu berhasil melahirkan bayi tabung pertama, Nugroho Karyanto, pada 2 Mei 1988. Setelah itu lahir sekitar 300 “adik” Nugroho, di antaranya dua kelahiran kembar empat.

            3. Kloning

            Era manusia super mungkin bakal segera terwujud. Dunia tidak akan kekurangan stok manusia-manusia super genius sekelas Albert Einsten atau atlet handal sekelas Carl Lewis atau aktris sensual Jennifer Lopez. Manusia-manusia super itu bakalan tetap lestari di muka bumi. 100% sama persis, yang beda hanya generasinya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang kedokteran telah menghilangkan ketidakniscayaan itu. Melalui teknologi kloning, siapapun bisa diduplikasi. Klaim Clonaid, perusahaan Bioteknologi di Bahama, yang sukses menghasilkan manusia kloning pertama di dunia dengan lahirnya Eve, 26 Desember 2002 lalu makin mendekatkan pada impian tersebut. Walaupun ini masih sebuah awal. Clonaid adalah sebuah perusahaan yang didirikan sekte keagamaan Raelians tahun 1997. Mereka mempercayai kehidupan di bumi diciptakan mahluk angkasa luar melalui rekayasa genetika. Eve merupakan bayi pertama yang lahir dari 10 implantasi yang dilakukan Clonaid tahun 2002.
            Kelahiran Eve merupakan sebuah kejutan. Sebelumnya para ilmuwan bersiap menerima kelahiran bayi kloning pertama ‘karya’ dokter ahli kesuburan Italia, Dr. Severino Antinori, awal Januari 2003. Ilmuwan Roslin’s Institute, Ian Wilmut yang berperan dalam kelahiran Dolly menegaskan, kloning pada manusia amat mengejutkan karena jumlah kegagalan yang tinggi dan kematian pada bayi yang baru lahir. Kloning pada manusia lebih rumit dengan resiko yang besar dan sangat potensial terjadi kesalahan. Para ilmuwan khawatir, penggunaan teknik ini pada manusia akan ‘memunculkan’ malformasi.
            Kloning terhadap manusia merupakan sebuah keberhasilan para ilmuwan Barat dalam memanfaatkan sains yang akhirnya mampu membuat sebuah kemajuan pesat yang telah melampaui seluruh ramalan manusia. Betapa tidak, cara ini dianggap sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas keturunan: lebih cerdas, kuat, rupawan, ataupun untuk memperbanyak keturunan tanpa membutuhkan proses perkembangbiakan konvensional National Bioethics Advisory Commission mengemukakan, penggunaan binatang guna memahami proses-proses biologi seperti dalam kasus Dolly, memberikan harapan besar bagi kemajuan dunia medis di masa depan. Namun tidak ada pembenaran untuk riset dengan tujuan menghasilkan anak manusia melalui teknik ini.


C. TEKNOLOGI REPRODUKSI BUATAN (TRB)
            1. Inseminasi Buatan
          Inseminasi buatan adalah memasukkan atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin wanita dengan menggunakan alat-alat buatan manusia dan bukan secara alami. Namun perkembangan lebih lanjut dari inseminasi buatan tidak hanya mencakup memasukkan semen ke dalam saluran reproduksi wanita, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan sperma, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan  (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan, dan penentuan hasil inseminasi. Adapun tujuan dari inseminasi buatan adalah sebagai suatu cara untuk mendapatkan keturunan bagi pasutri yang belum mendapat keturunan.
            Teknik reproduksi buatan dengan cara pemasukan air mani ke dalam rahim wanita melalui semprit agar terjadi pembuahan. Proses ini biasanya dilakukan jika pria mengalami disfungsi seksual  atau air mani yang kurang sehat. Pada wanita   proses ini dilakukan jika wanita tersebut mempunyai ukuran ukuran tuba fallopi yang panjang sehingga sperma tidak sampai menemui ovum karena sperma lebih dulu mati. Resiko melakukan teknik ini memang kecil, angka keberhasilannyapun sangat bagus serta resiko yang ditimbulkan juga rendah. Namun proses inseminasi buatan ini membutuhkan tenaga ahli khusus.
            Ada beberapa teknik dalam inseminasi, yaitu antara lain:
1)      Teknik IUI (Intrauterine Insemination)
       Teknik IUI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan melalui leher rahim hingga ke lubang uterine (rahim).

2)      Teknik DIPI (Direct  Intraperitoneal  Insemination)
       Teknik DIPI telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan langsung ke  peritoneal (rongga peritoneum).
            Teknik IUI dan DIPI dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut bivalve speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti selang dan mempunyai 2 cabang, dimana salah satu ujungnya sebagai tempat untuk memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung yang lain  dimasukkan ke dalam saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik DIPI dimasukkan ke dalam peritoneal. Jumlah sperma yang disalurkan/diinjeksikan kurang lebih sebanyak 0,5–2 ml. Setelah inseminasi selesai dilakukan, orang yang mendapatkan perlakuan inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang selama 10–15 menit.   

          2. Bayi Tabung
            Bayi Tabung adalah upaya jalan pintas untuk mempertemukan sel sperma dan sel telur di luar  tubuh (in vitro fertiloization). Setelah terjadi konsepsi, hasil tersebut dimasukkan ke dalam rahim atau embrio transfer sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebgaimana layaknya kehamilan biasa.
Status bayi tabung ada 3 macam:
1)      Inseminasi buatan dengan sperma suami
2)      Inseminasi buatan dengan sperma donor
3)      Inseminasi buatan dengan model titipan
Prosedur dan teknik bayi tabung ada 2 macam, yaitu:
1)      Teknik pembuatan di luar tubuh (Steptoe dan Edward dari Inggris,1977)
            Tekniknya adalah dengan cara mempersiapkan sperma dan ovum yang kemudian dicampur di luar tubuh (in vitro) pada cawan kaca atau medium yang sesuai. Maka akan terjadi pembuahan dam menghasilkan zigot. Zigot terus mengalami perkembangan dan membentuk morula, kemudian ditransplantasikan ke dalam rahim. Teknik ini dikatakan dengan teknik laparoskopi.
2)      Teknik Tandur Alih Gamet Intra Tuba (TAGIT)
            Caranya adalah dengan meletakkan sel benih dan sel telur ke saluran telur induk, sehingga pembuahan terjadi di oviduk dan kemudian ditanam di rahim. Teknik ini dilakukan apabila istri mempunyai antibodi terhadap sel benih suaminya atau sel telurnya tidak dapat keluar dari indung telur karena suatu hal.
            Di Indonesia, meskipun program bayi tabung dimulai sejak tahun 1988 di RS Harapan Kita, Jakarta, namun baru pada tahun 1997 RSUP Dr Sardjito Yogyakarta berhasil mengembangkan program ini hingga melahirkan tiga bayi kembar (Kompas, 3 Maret 2001). Di Amerika Serikat, Adam adalah bayi tabung yang khusus diprogram untuk menyelamatkan kakaknya dan berhasil. Dan Louis Brown adalah bayi tabung pertama yang dilahirkan pada tahun 1978, merupakan kreasi dari Edward and Steptoe.

            3. Kloning
            Kloning berasal dari bahasa yunani “klon” yang berarti potongan atau pangkasan tanaman, dalam bahasa inggris di sebut dengan “clone” yang berarti duplikasi, penggandaan, membuat objek yang sama persis. Dalam konteks sains, kloning adalah sebuah rekayasa genetika yang dibuat dengan cara pembelahan dan pencangkokan sel dewasa di laboratorium dan bila telah berhasil,dibiakkan dalam rahim. Dengan kloning, janin yang dihasilkan akan mempunyai gen dan ciri yang sama dengan induknya.
            Pada kloning seksual, langkah awal yang dilakukan adalah fertilisasi in vitro.  Setelah embrio terbentuk dan berkembang mencapai 4 sampai 8 sel maka dilakukan splitting (pemotongan dengan teknik mikromanipulasi) menjadi dua atau empat bagian.  Bagian-bagian embrio ini dapat ditumbuhkan kembali  dalam inkubator hingga berkembang menjadi  embrio normal yang memiliki genetik sama.  Setelah mencapai fase blastosis, embrio tersebut ditransfer kembali ke dalam rahim ibu sampai umur 9 bulan.  Berbeda dengan kloning seksual, pada kloning aseksual, fertilisasi tidak dilakukan menggunakan sperma, melainkan hanya sebuah  sel telur terfertilisasi semu yang dikeluarkan pronukleusnya dan sel somatis.  Karenanya, bila pada kloning seksual, genetik anak berasal dari kedua orang tuanya, maka pada kloning aseksual, genetik anak sama dengan genetik penyumbang sel somatis. 
            Sampai saat ini masih banyak perdebatan yang terjadi tentang boleh atau tidaknya melakukan kloning. Tetapi secara teoritis, kloning mungkin dapat dilakukan, namun hasilnya masih menjadi tanda tanya. Dan dari sisi teknologi sendiri, pengkloningan merupakan hal yang sulit untuk dilakukan serta membutuhkan dana yang sangat besar. Dari segi teknis dan manfaatnya, kloning ada 3 jenis, antara lain:
1)     Kloning embrio: Untuk mendapatkan anak yang kembar dua, tiga, dan seterusnya dari sebuah zigot.
2)     Kloning biomedik (terapetik): Untuk keperluan penelitian pengobatan penyakit yang hingga kini sulit disembuhkan, seperti alzheimer, Parkinson, Diabetes Mellitus, Infark Jantung dan lain sebagainya.
3)     Kloning reproduksi: Untuk mendapatkan anak dari klon dari orang yang diklon, memproduksi sejumlah individu yang secara genetik identik
Teknik pengkloningan ini mempunyai manfaat yaitu:
a.       Dapat membantu wanita yang kurang subur
b.      Mencegah penularan penyakit genetik terhadap pasangannya
c.       Dapat dimanfaatkan untuk kemajuan kesehatan
Namun, pengkloningan juga mempunyai kekurangan yaitu:
a.         Keragaman populasi akan hilang, akibatnya manusia mempunyai respon yang sama
b.         Jika genetik sama,resiko terkena patogen tunggal semakin besar
c.         Kloning dianggap tidak etis, tidak manusiawi dan tidak normal
Ilustrasi Metode Kloning, (A) Kloning seksual, (B) Kloning aseksual

D. DASAR HUKUM TEKNOLOGI REPRODUKSI BUATAN
            1. Inseminasi Buatan
            Inseminasi buatan dapat dibenarkan atau diijinkan bila dilakukan dengan alasan kesehatan dan pengobatan atau untuk meningkatkan nilai genetik, sehingga menghasilkan manusia yang lebih berkualitas. Dan yang lebih penting dilakukan oleh pasangan yang sah. Hal ini di kemukakan oleh sebagian pakar agama baik dari Islam, Kristen maupun Yahudi, karena dapat membantu pasangan suami istri yang tidak bisa memperoleh keturunan, jika kedua belah pihak setuju untuk melakukan inseminasi. Tetapi ada juga yang mempersoalkan tentang inseminasi buatan ini, bahwasanya anak yang diperoleh dengan cara inseminasi sebenarnya bukanlah anak dari dari suami istri itu sendiri, melainkan dari orang lain yang identitasnya biasanya disembunyikan. Karena itu juga muncul problem hukum tentang ayah yang benar dari anak tersebut dan problem physikologis dalam diri anak di kemudian hari bila ingin tahu tentang ayahnya yang sebenarnya. Selain itu persoalan tentang bagaimana cara mendapatkan sperma dan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk inseminasi buatan, ternyata juga menimbulkan masalah karena terlalu mahal.
            Inseminasi buatan harus berlandaskan nilai etika tertentu, karena bagaimanapun juga perkembangan dalam dunia bioteknologi tidak lepas dari tanggung jawab manusia sebagai agen moral dan subjek moral. Etika diperlukan untuk menentukan arah perkembangan bioteknologi serta perkembangannya secara teknis, sehingga tujuan yang menyimpang dan merugikan bagi kemanusiaan dapat dihindarkan. Dan yang penting perlu diterapkannya aturan resmi pemerintah dalam pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada pengawasan yang intensif terhadap bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kemajuan bioteknologi.

            2 Bayi Tabung
            Dasar hukum pelaksanaan bayi tabung di Indonesia adalah Undang-Undang Kesehatan No.  23 Tahun 1992, antara lain:
1.      Pasal 16 ayat 1, Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami atau istri mendapatkan keturunan.
2.      Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud  dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
1)      Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri dariman ovum berasal.
2)      Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
3)      Pada sarana kesehatan tertentu, pelaksanaan upaya kehamilan di luar cara alami harus dilakukan sesuai norma hukum, norma kessusilaan dan norma kesopanan. Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang telah memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kehamilan di luar cara alami dan di tunjuk oleh pemerintah.
            Surrogate mother adalah rahim sewaan, yaitu menyewa rahim wanita lain untuk ditanami embrio yang benihnya dari pasangan suami istri yang infertilitas. Anak yang lahir dari sewa rahim terdapat 2 keadaan,yaitu:
1)     Ovum dari pemesan, sperma dari pemesan
2)     Ovum pemesan, sperma suami
            Surrogate mother  dalam hukum pidana dan perdata tidak dilarang. Hukum yang mengaturnya antara lain:
a.      Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992 pasal 16
b.      Keputusan Menteri Kesehatan No.72 /Menkes/Per/II/1999
c.      Undang-Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


   
            3.  Kloning
            Dilihat dari teknis dan dampaknya, kloning dapat disamakan dengan inseminasi buatan atau bayi tabung. Ulama sepakat bahwa setiap upaya mereproduksi manusia dapat merancukan nasab atau hubungan kekeluargaan,apalagi jika konstribusi ayah tidak ada dalam proses pengkloningan tersebut, maka hukumnya haram. Dan faktanya adalah, hasil pengkloningan merupakan duplikasi dari sel tubuh orang yang diklon, sehingga hasil kloning tersebut lebih tepat di sebut sebagai kembaran pemberi sel.
            Hukum kloning gen pada manusia adalah haram untuk dilakukan. Karena proses tanassul (berketurunan) harus melalui pernikahan yang syar’i dan bisa mengakibatkan kerancuan nasab serta penanamannya kembali tidak dapat dilakukan tanpa melihat aurat besar ( Bahtsul Masail, 1997). Fatwa MUI juga menetapkan bahwa hukum kloning manusia adalah haram. Dan fatwa MUI juga mewajibkan kepada semua pihak yang terkait untuk tidak melakukan atau mengizinkan eksperimen atau praktik kloning terhadap manusia.
            Dari segi agama, para ulama menungkapkan bahwa teknik kloning tersebut berlawanan dengan berbagai ketentuan ayat Al-qur’an tentang proses penciptaan manusia, merusak sistem pranata sosial berkeluarga dan ketiadaan perbedaan. Di samping itu, perlu dibentuk suatu Undang-Undang internasional tentang larangan praktik kloning manusia. Dan dasar hukum diharamkannya kloning juga disampaikan oleh sejumlah tokoh di Indonesia.

E.  IMPLIKASI PENERAPAN TEKNOLOGI REPEODUKSI

          1. Dimensi Theologika
            Penerapan teknologi reproduksi di tanggapi secara beragam. Sebagian kelompok agamawan menolak fertilisasi in vitro pada manusia karena mereka meyakini bahwa kegiatan tersebut sama artinya mempermainkan Tuhan yang merupakan Sang Pencipta.  Juga banyak kalangan menganggap bahwa pengkloningan manusia secara utuh tidak bisa dilakukan sebab ini dapat dianggap sebagai “intervensi” karya Ilahi. 
            Sebaliknya, Sheikh Mohammad Hussein Fadlallah, seorang pemandu spiritual muslim fundamentalis dari Lebanon berpendapat, adalah salah jika menganggap kloning adalah suatu intervensi karya Ilahi.  Peneliti dianggapnya tidak menciptakan sesuatu yang baru.  Mereka hanya menemukan suatu hukum yang baru bagi organisme, sama seperti ketika mereka menemukan fertilisasi in vitro dan transplantasi organ.
            Professor Abdulaziz Sachedina dari Universitas Virginia mengemukakan bahwa Allah adalah kreator terbaik.  Manusia dapat saja melakukan intervensi dalam pekerjaan alami, Termasuk pada awal perkembangan embrio untuk  meningkatkan kesehatan atau embrio splitting untuk meningkatkan peluang terjadinya kehamilan.
           
2. Dimensi Etika
            Hal ini terpusat pada pertanyaan mengenai cara atau prosedur penerapan teknologi reproduksi.  Sebagian masyarakat menolak dengan alasan moral.   Penolakan ini timbul karena dalam program bayi tabung, proses pembuahan dilakukan pada cawan petri sehingga hanya embrio yang diperlukan dimasukkan kembali ke dalam rahim, sisanya “dibuang”. Hak hidup embrio yang dibuang inilah yang dipermasalahkan. Banyak kalangan memandang tindakan itu sebagai pembunuhan. 
            Hubungan fundamental antar manusia, hubungan laki-laki dan perempuan dan kasih sayang, dipertanyakan eksistensinya bila melakukan fertilisasi in vitro.  Hal ini menjadi lebih buruk bila sel telur dibuahi oleh sperma yang bukan dari suami yang sah sehingga jaminan nasabnya (keutuhan keturunannya) diragukan.

            3. Legalitas
            Berdasarkan pada berbagai pendapat yang pro dan kontra.  Pertentangan ini mengundang perhatian pemerintah Inggris untuk menengahi perbedaan pandangan dari kelompok yang pro dan kontra.  Maka disusunlah undang-undang yang mengizinkan penelitian pada embrio manusia. Menurut Johnson dan Everit (1985), umur embrio yang mampu implantasi didalam rahim adalah tahap blastosis atau pada umur 14 – 18 hari setelah fertilisasi.  Karena itu pembuangan embrio berumur kurang dari 12 hari dipandang tidak mengurangi hak hidup calon  anak.
            Disamping itu, penerapan teknologi ini diizinkan bila dilakukan dengan alasan kesehatan dan pengobatan, atau untuk meningkatkan nilai genetik sehingga menghasilkan manusia yang lebih berkualitas.  Dan yang lebih penting lagi dilakukan oleh pasangan yang sah. Hal ini dikemukakan oleh sebagian  pakar agama, baik dari Islam, Kristen, maupun Yahudi. Sebagiannya lagi menganggap perlakuan itu dari segala sisi adalah tidak etis, tidak manusiawi dan tidak bermoral.




F. TANGGAPAN TERHADAP TEKNOLOGI REPRODUKSI BUATAN
1. Segi Agama
a.    Islam
            Dalam hukum Islam teknolologi reproduksi buatan ini tidak di bolehkan, karena  dapat merusak nasab (keturunan). Apalagi jika anak yang dihasilkan perempuan, karena nantinya akan mempersoalkan siapa walinya jika anak tersebut menikah. Di negara barat, yang mana inseminasi benih penderma dilakukan dengan giatnya, mereka atasi masalah Undang-Undang dengan menjalani proses “adopsi” secara sah. Tetapi kedudukan di negara Indonesia masih belum jelas.
            Alasan lain dari sekelompok agamawan menolak teknologi reproduksi ini karena mereka meyakini bahwa kegiatan tersebut sama artinya bertentangan dengan ajaran Tuhan yang merupakan Sang Pencipta. Manusia dapat saja melakukan campur tangan dalam pekerjaannya termasuk pada awal perkembangan embrio untuk meningkatkan kesehatan atau untuk meningkatkan ruang terjadinya kehamilan, namun perlu diingat Allah adalah Sang pemberi hidup. Pada dasarnya dalam islam reproduksi buatan merupakan hal yang diharamkan karena:
a.       Mengacaukan nasab
b.      Merusak syariat poligami
c.       Mengintervensi karya illahi
d.      Dokter (laki-laki) melihat aurat wanita tidak pada keadaan darurat
            Adapun bayi tabung menurut hukum islam, Dewan Pimpinan MUI memutuskan:
1)     Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami istri yang sah hukumnya mubah (boleh)
2)     Bayi tabung dari pasangan suami istri dengan titipan rahim istri yang lain hukumnya haram
3)     Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram
4)     Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami istri yang sah hukumnya haram

b.  Kristen
            Agama Kristen mengharamkan proses reproduksi buatan atau apapun bentuk dari proses reproduksi aseksual. Hal ini disebabkan oleh keyakinan akan pendapat mereka bahwa lahirnya seorang anak adalah kehendak Tuhan dan manusia dilarang ikut campur urusan Tuhan. Selain itu, setiap reproduksi buatan pasti mengambil lebih dari satu sel telur yang sudah dibuahi tetapi yang tidak ditanam didalam rahim akan dimusnahkan. Dan karena demikian, maka orang Kristen mengatakan bahwa hal tersebut sama dengan membunuh. Sedangkan mereka meyakini perkataan Yesus  dalam Matius; 19 ayat 4-5 bahwa mempunyai anak bukan tujuan utama pernikahan.

c.  Budha
            Agama budha memperbolehkan proses reproduksi buatan karena agama budha hanya memandang suatu hal secara benar atau salah dan baik atau buruk.

            2. Segi Medis
            Teknologi reproduksi buatan adalah penanganan terhadap gamet (ovum dan sperma) atau embrio (konsepsi) sebagai upaya untuk mendapatkan kehamilan di luar cara alami, tetapi tidak termasuk tindakan kloning atau duplikasi manusia.

            3. Segi Hukum/ Legal
            Dilihat dari segi hukum, pendonor sperma melanggar hukum karena akan menimbulkan sikap etis dan tidak etis. Sikap etis timbul dilihat dari sikap pendonor sperma yang telah memberikan spermanya untuk membantu pasangan tersebut untuk mempunyai anak. Sedangkan sikap tidak etis muncul karena adanya tuntutan pertanggungjawaban kepada pendonor sperma. Dengan demikian maka  teknologi reproduksi buatan tersebut harus berlandaskan nilai etika tertentu, karena bagaimanapun juga perkembangan dalam dunia bioteknologi tidak lepas dari tanggung jawab manusia sebagai agen moral dan subjek moral. Etika diperlukan untuk menentukan arah perkembangan bioteknologi serta perkembangannya secara teknis, sehingga tujuan yang menyimpang dan merugikan bagi kemanusiaan dapat dihindarkan. Dan yang penting perlu diterapkannya aturan resmi pemerintah dalam pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada pengawasan yang intensif terhadap bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kemajuan bioteknologi.

            4. Segi Sosial
            Dari segi sosial, dikemukakan bahwa posisi anak hasil dari teknologi reproduksi buatan menjadi kurang jelas dalam tatanan masyarakat, terutama bila sperma yang digunakan berasal dari bank sperma atau sel sperma yang digunakan berasal dari pendonor, akibatnya status anak menjadi tidak jelas. Selain itu juga, di kemudian hari mungkin saja terjadi perkawinan antar keluarga dekat tanpa di sengaja, misalnya antar anak dengan bapak atau dengan ibu atau  bisa saja antar saudara sehingga besar kemungkinan akan lahir generasi cacat akibat inbreeding.

            5. Segi Etik
            Teknologi reproduksi buatan belum tercantum secara eksplisit di dalam buku etik kedokteran Indonesia. Namun dapat dikemukakan beberapa hakikat terhadap teknologi reproduksi buatan tersebut dari segi etiknya, yaitu:
a.       Menolak melakukan kloning pada manusia karena upaya itu mencerminkan penurunan derajat serta martabat manusia sampai setingkat bakteri.
b.      Menghimbau para ilmuwan, khususnya kedokteran agar tidak mempromosikan kloning dalam kaitan dengan reproduksi manusia.
c.       Mendorong ilmuwan untuk tetap memanfaatkan bioteknologi klonisasi pada:
1)      Sel dan jaringan, untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui pembuatan zat anti/antigen monokual.
2)      Sel atau jaringan hewan dalam upaya penelitian kemungkinan melakukan klonisasi organ.
d.      Aturan yang berlaku sama dengan aturan pada segi hukum.

G.  MANFAAT TEKNOLOGI REPRODUKSI
a)      Kebahagiaan  bagi pasangan-pasangan infertil atau orang-orang yang memiliki masalah kesehatan yang sudah puluhan tahun tidak dikaruniai anak dan oleh bantuan teknik bayi tabung, mereka dapat memilikinya.
b)      Selain untuk memperoleh keturunan, alasan kesehatan juga merupakan fokus utama penerapan teknologi reproduksi. 
c)      Menolong  wanita yang kurang subur,  bila dia hanya dapat memproduksi 1 sel telur, maka dengan teknik kloning embrio yang dihasilkan oleh satu sel telur tersebut dapat diduplikasi. Dengan demikian, peluang untuk menjadi hamil lebih besar.
d)     Orang tua yang diketahui memiliki kelainan genetik, dengan teknik kloning, telur terbuahi dapat diduplikasi dan dievaluasi genetiknya. 
e)      Dikembangkan untuk menghasilkan individu dengan bakat atau kelebihan tertentu.  Misalnya, kloning DNA dari keluarga yang memiliki kemampuan musikal dilakukan untuk menghasilkan anak yang memiliki potensi serupa.

_Dari berbagai sumber_