TEKNOLOGI REPRODUKSI BUATAN
A. PENGERTIAN TEKNOLOGI REPRODUKSI
Teknologi reproduksi atau dalam UU Kesehatan disebut dengan
kehamilan di luar cara alami merupakan ilmu reproduksi atau ilmu tentang
perkembangbiakan yang menggunakan peralatan serta prosedur tertentu untuk
menghasilkan suatu produk (keturunan).
Teknologi reproduksi buatan telah
menjadi topik hangat selama ini. Banyak para ahli yang telah mengembangkan
teknologi yang berhubungan dengan reproduksi buatan tersebut, seperti
inseminasi buatan, bayi tabung, TAGIT (Tandur Alih Gamet Intra Tuba), ZIFT
(Zigot Intrafallopian Transfer), Fertilisasi In Vitro ( In Vitro
Fertilization), Partenogenesis dan cloning.
B. SEJARAH TEKNOLOGI REPRODUKSI BUATAN
1.
Iseminasi Buatan (IB)
Penelitian
ilmiah pertama kali dalam bidang inseminasi
buatan dilakukan
oleh ahli fisiologi dan anatomi asal Italia tahun 1780, yakni Lazzaro
Spallanzani. Setelah sukses melakukan percobaan
inseminasi buatan
pada amfibi, dia terinspirasi untuk mencoba pada anjing peliharaannya yang
tiba-tiba birahi menggunakan spuit lancip dan langsung dideposisikan ke dalam
uterus. Setelah 60 hari inseminasi, lahirlah 3 anak anjing yang mirip induk dan
pejantan yang diambil semennya. Tahun 1782, penelitian tersebut dilanjutkan
oleh P. Rossi dengan hasil yang juga memuaskan. Lazzaro Spllanzani juga
membuktikan bahwa daya pembuahan (fertilisasi) semen terletak pada
spermatozoanya, bukan pada cairan (plasma) semen. Tahun berikutnya 1803,
Lazzaro Spallanzani menyumbangkan kembali keilmuannya tentang pengaruh
pendinginan (pembekuan) terhadap viabilitas (daya hidup spermatozoa). Berkat
jasa-jasanya keilmuannya dalam bidang fisiologi reproduksi, Lazzaro Spallanzani
mendapatkan kehormatan sebagai “Bapak Inseminasi”.
Inseminasi
Buatan (IB) di Eropa pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter hewan asal
Perancis tahun 1890, yaitu Repiquet. Namun, hasil-hasil penelitiannya masih
belum memuaskan. Kemudian Prof Hoffman dan Stuttgart dari Jerman mencoba
mengatasi kegagalan tersebut dengan menganjurkan agar IB dilakukan pasca kawin
alam. Meskipun cukup berhasil, namun cara ini diakui
banyak kelemahan dan kurang praktis dilaksanakan.
Tahun
1899, Direktur Peternakan Kuda Kerajaan Rusia yang berusaha memajukan
peternakan menarik peneliti dan pelopor bidang IB yakni Ellia I. Evannoff untuk
kemungkinan penggunaan IB. Ellia I. Evannoff selain berhasil mengembangkan
ternak kuda juga sukses menginseminasi untuk pertama kalinya hewan ternak jenis
sapi dan domba. Dan tahun 1902, Sand dan Stripbold asal Denmark berhasil
menemukan 4 konsepsi posisi IB yang tepat dari 8 ekor kuda betina yang di IB.
Kesuksesan terbesar hasil IB pertama kalinya diraih Askaniya-Nova (1912), menghasilkan
31 konsepsi (angka kebuntingan) dari 39 kuda betina yang di IB, sedangkan
dengan kawin alam hanya 10 konsepsi dari 23 yang di IB.
IB
semakin berkembang pesat sejak ditemukannya teknologi pembekuan semen beku sapi
dalam bentuk straw tahun 1940 oleh Sorensen (Denmark) dan kemudian
disempurnakan oleh Cassau dari Perancis. C. Polge, A.U. Smith dan A.S. Parkes
dari Inggris tahun 1949, mampu menyimpan semen dalam waktu lama dengan suhu
pembekuan mencapai -79 oC menggunakan dry ice (CO2 padat) sebagai pembeku dan
gliserol sebagai pengawet sekaligus pencegah cekaman dingin (cold shock) yang
dapat merusak membran sperma. Pembekuan ini disempurnakan lagi dengan
ditemukannya Nitrogen Cair sebagai pembeku hingga suhu -169 OC.
2. Bayi Tabung
Teknik untuk melahirkan bayi tabung melalui
proses Persenyawaan Luar Rahim (In Vitro Fertilization/IVF) berhasil dilakukan
pada hewan. Orang pertama yang melakukannya adalah Dr. Shang di Boston, US pada
tahun 1959 yang telah berhasil dengan teknik IVF. Kemudian dilakukan uji pada
tikus tahun 1968. Pakar pertama yang melakukan teknik IVF ini pada manusia
adalah Dr. Robert Edwards pada tahun 1965 dan usahanya yang pertama berhasil
dilakukan pada tahun 1976. Malangnya, kehamilan tersebut adalah kehamilan ektopik
(embrio tertempel pada tuba Fallopi) dan pembedahan terpaksa dilakukan. Pada 25
Juli 1978, di Oldham General Hospital, England, lahir bayi tabung uji pertama
dalam sejarah dunia yaitu Louise Brown atas usaha (Prof) Dr. Robert Edwards dan
Dr Patrick Steptoe. Kelahiran Louise Brown melalui persenyawaan luar rahim
(IVF) telah membuka lembaran baru dan merupakan batu loncatan dalam dunia
teknologi reproduksi. Peristiwa ini telah mengubah pilihan bagi pasangan yang
menghadapi masalah ketidaksuburan untuk menggunakan teknologi reproduksi
buatan. Dalam tempo 20 tahun, IVF telah menjadi subjek atau perkara utama dalam
teknologi reproduksi dan klinik-klinik terutama di negara maju.
Teknik
bayi tabung sempat mencatat keberhasilan luar biasa dan menggemparkan dunia.
Sejak kelahiran Louise Brown, teknik bayi tabung atau In Vitro Fertilization
(IVF) semakin populer saja di dunia. Di Indonesia, IVF pertama kali diterapkan
di Rumah Sakit Anak-Ibu (RSAB) Harapan Kita, Jakarta, pada 1987. Teknik yang
kini disebut IVF konvensional itu berhasil melahirkan bayi tabung pertama,
Nugroho Karyanto, pada 2 Mei 1988. Setelah itu lahir sekitar 300 “adik”
Nugroho, di antaranya dua kelahiran kembar empat.
3. Kloning
Era manusia super mungkin bakal
segera terwujud. Dunia tidak akan kekurangan stok manusia-manusia super genius
sekelas Albert Einsten atau atlet handal sekelas Carl Lewis atau aktris sensual
Jennifer Lopez. Manusia-manusia super itu bakalan tetap lestari di muka bumi.
100% sama persis, yang beda hanya generasinya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya di bidang kedokteran telah menghilangkan ketidakniscayaan
itu. Melalui teknologi kloning, siapapun bisa diduplikasi. Klaim Clonaid,
perusahaan Bioteknologi di Bahama, yang sukses menghasilkan manusia kloning
pertama di dunia dengan lahirnya Eve, 26 Desember 2002 lalu makin mendekatkan
pada impian tersebut. Walaupun ini masih sebuah awal. Clonaid adalah sebuah
perusahaan yang didirikan sekte keagamaan Raelians tahun 1997. Mereka
mempercayai kehidupan di bumi diciptakan mahluk angkasa luar melalui rekayasa
genetika. Eve merupakan bayi pertama yang lahir dari 10 implantasi yang
dilakukan Clonaid tahun 2002.
Kelahiran Eve merupakan sebuah
kejutan. Sebelumnya para ilmuwan bersiap menerima kelahiran bayi kloning
pertama ‘karya’ dokter ahli kesuburan Italia, Dr. Severino Antinori, awal
Januari 2003. Ilmuwan Roslin’s Institute, Ian Wilmut yang berperan dalam
kelahiran Dolly menegaskan, kloning pada manusia amat mengejutkan karena jumlah
kegagalan yang tinggi dan kematian pada bayi yang baru lahir. Kloning pada
manusia lebih rumit dengan resiko yang besar dan sangat potensial terjadi
kesalahan. Para ilmuwan khawatir, penggunaan teknik ini pada manusia akan
‘memunculkan’ malformasi.
Kloning terhadap manusia merupakan
sebuah keberhasilan para ilmuwan Barat dalam memanfaatkan sains yang akhirnya
mampu membuat sebuah kemajuan pesat yang telah melampaui seluruh ramalan
manusia. Betapa tidak, cara ini dianggap sebagai jalan untuk memperbaiki
kualitas keturunan: lebih cerdas, kuat, rupawan, ataupun untuk memperbanyak
keturunan tanpa membutuhkan proses perkembangbiakan konvensional National
Bioethics Advisory Commission mengemukakan, penggunaan binatang guna memahami
proses-proses biologi seperti dalam kasus Dolly, memberikan harapan besar bagi
kemajuan dunia medis di masa depan. Namun tidak ada pembenaran untuk riset
dengan tujuan menghasilkan anak manusia melalui teknik ini.
C. TEKNOLOGI REPRODUKSI BUATAN (TRB)
1.
Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan adalah memasukkan atau penyampaian
semen ke dalam saluran kelamin wanita dengan menggunakan alat-alat buatan
manusia dan bukan secara alami. Namun perkembangan lebih lanjut dari inseminasi
buatan tidak hanya mencakup memasukkan semen
ke dalam saluran reproduksi wanita, tetapi juga menyangkut seleksi dan
pemeliharaan sperma, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau
pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen,
inseminasi, pencatatan, dan penentuan hasil inseminasi. Adapun tujuan dari inseminasi buatan adalah sebagai
suatu cara untuk mendapatkan keturunan bagi pasutri yang belum mendapat
keturunan.
Teknik reproduksi buatan dengan cara
pemasukan air mani ke dalam rahim wanita melalui semprit agar terjadi
pembuahan. Proses ini biasanya dilakukan jika pria mengalami disfungsi
seksual atau air mani yang kurang sehat.
Pada wanita proses ini dilakukan jika wanita
tersebut mempunyai ukuran ukuran tuba fallopi yang panjang sehingga sperma
tidak sampai menemui ovum karena sperma lebih dulu mati. Resiko melakukan
teknik ini memang kecil, angka keberhasilannyapun sangat bagus serta resiko
yang ditimbulkan juga rendah. Namun proses inseminasi buatan ini membutuhkan
tenaga ahli khusus.
Ada beberapa teknik dalam
inseminasi, yaitu antara lain:
1) Teknik IUI (Intrauterine Insemination)
Teknik IUI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan melalui leher
rahim hingga ke lubang uterine (rahim).
2) Teknik DIPI (Direct Intraperitoneal Insemination)
Teknik DIPI telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI
dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan langsung ke peritoneal (rongga
peritoneum).
Teknik IUI dan DIPI dilakukan dengan menggunakan alat
yang disebut bivalve speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti
selang dan mempunyai 2 cabang, dimana salah satu ujungnya sebagai tempat untuk
memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung yang lain dimasukkan ke dalam
saluran leher rahim untuk teknik IUI, sedangkan untuk teknik DIPI dimasukkan ke
dalam peritoneal. Jumlah sperma yang disalurkan/diinjeksikan kurang lebih
sebanyak 0,5–2 ml. Setelah inseminasi selesai dilakukan, orang yang mendapatkan
perlakuan inseminasi tersebut harus dalam posisi terlentang selama 10–15
menit.
2. Bayi Tabung
Bayi Tabung adalah upaya jalan
pintas untuk mempertemukan sel sperma dan sel telur di luar tubuh (in vitro fertiloization). Setelah
terjadi konsepsi, hasil tersebut dimasukkan ke dalam rahim atau embrio transfer
sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebgaimana layaknya kehamilan biasa.
Status
bayi tabung ada 3 macam:
1) Inseminasi
buatan dengan sperma suami
2) Inseminasi
buatan dengan sperma donor
3) Inseminasi
buatan dengan model titipan
Prosedur
dan teknik bayi tabung ada 2 macam, yaitu:
1) Teknik
pembuatan di luar tubuh (Steptoe dan Edward dari Inggris,1977)
Tekniknya adalah dengan cara
mempersiapkan sperma dan ovum yang kemudian dicampur di luar tubuh (in vitro)
pada cawan kaca atau medium yang sesuai. Maka akan terjadi pembuahan dam
menghasilkan zigot. Zigot terus mengalami perkembangan dan membentuk morula,
kemudian ditransplantasikan ke dalam rahim. Teknik ini dikatakan dengan teknik
laparoskopi.
2) Teknik
Tandur Alih Gamet Intra Tuba (TAGIT)
Caranya adalah dengan meletakkan sel
benih dan sel telur ke saluran telur induk, sehingga pembuahan terjadi di
oviduk dan kemudian ditanam di rahim. Teknik ini dilakukan apabila istri
mempunyai antibodi terhadap sel benih suaminya atau sel telurnya tidak dapat
keluar dari indung telur karena suatu hal.
Di Indonesia, meskipun program bayi tabung dimulai sejak
tahun 1988 di RS Harapan Kita, Jakarta, namun baru pada tahun 1997 RSUP Dr
Sardjito Yogyakarta berhasil mengembangkan program ini hingga melahirkan tiga
bayi kembar (Kompas, 3 Maret 2001). Di Amerika Serikat, Adam adalah bayi tabung
yang khusus diprogram untuk menyelamatkan kakaknya dan berhasil. Dan
Louis
Brown adalah bayi tabung pertama yang dilahirkan pada tahun 1978, merupakan
kreasi dari Edward and Steptoe.
3.
Kloning
Kloning berasal dari bahasa yunani “klon” yang berarti potongan atau
pangkasan tanaman, dalam bahasa inggris di sebut dengan “clone” yang berarti duplikasi, penggandaan, membuat objek yang
sama persis. Dalam konteks sains, kloning adalah sebuah rekayasa genetika yang
dibuat dengan cara pembelahan dan pencangkokan sel dewasa di laboratorium dan
bila telah berhasil,dibiakkan dalam rahim. Dengan kloning, janin yang
dihasilkan akan mempunyai gen dan ciri yang sama dengan induknya.
Pada kloning seksual, langkah awal
yang dilakukan adalah fertilisasi in vitro. Setelah embrio terbentuk dan
berkembang mencapai 4 sampai 8 sel maka dilakukan splitting (pemotongan dengan
teknik mikromanipulasi) menjadi dua atau empat bagian. Bagian-bagian
embrio ini dapat ditumbuhkan kembali dalam inkubator hingga berkembang
menjadi embrio normal yang memiliki genetik sama. Setelah mencapai
fase blastosis, embrio tersebut ditransfer kembali ke dalam rahim ibu sampai
umur 9 bulan. Berbeda dengan kloning seksual, pada kloning aseksual,
fertilisasi tidak dilakukan menggunakan sperma, melainkan hanya sebuah
sel telur terfertilisasi semu yang dikeluarkan pronukleusnya dan sel
somatis. Karenanya, bila pada kloning seksual, genetik anak berasal dari
kedua orang tuanya, maka pada kloning aseksual, genetik anak sama dengan
genetik penyumbang sel somatis.
Sampai saat ini masih banyak
perdebatan yang terjadi tentang boleh atau tidaknya melakukan kloning. Tetapi
secara teoritis, kloning mungkin dapat dilakukan, namun hasilnya masih menjadi
tanda tanya. Dan dari sisi teknologi sendiri, pengkloningan merupakan hal yang
sulit untuk dilakukan serta membutuhkan dana yang sangat besar. Dari segi
teknis dan manfaatnya, kloning ada 3 jenis, antara lain:
1) Kloning
embrio: Untuk mendapatkan anak yang kembar dua, tiga, dan seterusnya dari
sebuah zigot.
2) Kloning
biomedik (terapetik): Untuk keperluan penelitian pengobatan penyakit yang
hingga kini sulit disembuhkan, seperti alzheimer, Parkinson, Diabetes Mellitus,
Infark Jantung dan lain sebagainya.
3) Kloning
reproduksi: Untuk mendapatkan anak dari klon dari orang yang diklon,
memproduksi sejumlah individu yang secara genetik identik
Teknik
pengkloningan ini mempunyai manfaat yaitu:
a. Dapat
membantu wanita yang kurang subur
b. Mencegah
penularan penyakit genetik terhadap pasangannya
c. Dapat
dimanfaatkan untuk kemajuan kesehatan
Namun,
pengkloningan juga mempunyai kekurangan yaitu:
a.
Keragaman populasi akan
hilang, akibatnya manusia mempunyai respon yang sama
b.
Jika genetik
sama,resiko terkena patogen tunggal semakin besar
c.
Kloning dianggap tidak
etis, tidak manusiawi dan tidak normal
Ilustrasi Metode
Kloning, (A) Kloning seksual, (B) Kloning aseksual
D. DASAR HUKUM TEKNOLOGI REPRODUKSI BUATAN
1.
Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan
dapat dibenarkan atau diijinkan bila dilakukan dengan alasan kesehatan dan
pengobatan atau untuk meningkatkan nilai genetik, sehingga menghasilkan manusia
yang lebih berkualitas. Dan yang lebih penting dilakukan oleh pasangan yang
sah. Hal ini di kemukakan oleh sebagian pakar agama baik dari Islam, Kristen maupun
Yahudi, karena dapat membantu pasangan suami istri yang tidak bisa memperoleh
keturunan, jika kedua belah pihak setuju untuk melakukan inseminasi. Tetapi ada
juga yang mempersoalkan tentang inseminasi buatan ini, bahwasanya anak yang
diperoleh dengan cara inseminasi sebenarnya bukanlah anak dari dari suami istri
itu sendiri, melainkan dari orang lain yang identitasnya biasanya
disembunyikan. Karena itu juga muncul problem hukum tentang ayah yang benar
dari anak tersebut dan problem physikologis dalam diri anak di kemudian hari
bila ingin tahu tentang ayahnya yang sebenarnya. Selain itu persoalan tentang
bagaimana
cara mendapatkan sperma dan besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk inseminasi buatan, ternyata juga menimbulkan masalah karena
terlalu mahal.
Inseminasi buatan harus berlandaskan nilai etika tertentu,
karena bagaimanapun juga perkembangan dalam dunia bioteknologi tidak lepas dari
tanggung jawab manusia sebagai agen moral dan subjek moral. Etika diperlukan
untuk menentukan arah perkembangan bioteknologi serta perkembangannya secara
teknis, sehingga tujuan yang menyimpang dan merugikan bagi kemanusiaan dapat
dihindarkan. Dan yang penting perlu diterapkannya aturan resmi pemerintah dalam
pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada pengawasan yang intensif
terhadap bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kemajuan bioteknologi.
2 Bayi Tabung
Dasar hukum pelaksanaan bayi tabung
di Indonesia adalah Undang-Undang Kesehatan No.
23 Tahun 1992, antara lain:
1. Pasal
16 ayat 1, Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya
terakhir untuk membantu suami atau istri mendapatkan keturunan.
2. Upaya
kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan oleh
pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
1)
Hasil pembuahan sperma
dan ovum dari suami istri yang bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri
dariman ovum berasal.
2)
Dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
3) Pada
sarana kesehatan tertentu, pelaksanaan upaya kehamilan di luar cara alami harus
dilakukan sesuai norma hukum, norma kessusilaan dan norma kesopanan. Sarana
kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan
yang telah memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kehamilan di luar
cara alami dan di tunjuk oleh pemerintah.
Surrogate mother adalah rahim
sewaan, yaitu menyewa rahim wanita lain untuk ditanami embrio yang benihnya
dari pasangan suami istri yang infertilitas. Anak yang lahir dari sewa rahim
terdapat 2 keadaan,yaitu:
1) Ovum
dari pemesan, sperma dari pemesan
2) Ovum
pemesan, sperma suami
Surrogate mother dalam hukum pidana dan perdata tidak
dilarang. Hukum yang mengaturnya antara lain:
a. Undang-Undang
Kesehatan No.23 Tahun 1992 pasal 16
b. Keputusan
Menteri Kesehatan No.72 /Menkes/Per/II/1999
c. Undang-Undang
No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
3. Kloning
Dilihat dari teknis dan dampaknya,
kloning dapat disamakan dengan inseminasi buatan atau bayi tabung. Ulama
sepakat bahwa setiap upaya mereproduksi manusia dapat merancukan nasab atau
hubungan kekeluargaan,apalagi jika konstribusi ayah tidak ada dalam proses
pengkloningan tersebut, maka hukumnya haram. Dan faktanya adalah, hasil
pengkloningan merupakan duplikasi dari sel tubuh orang yang diklon, sehingga
hasil kloning tersebut lebih tepat di sebut sebagai kembaran pemberi sel.
Hukum kloning gen pada manusia
adalah haram untuk dilakukan. Karena proses tanassul (berketurunan) harus
melalui pernikahan yang syar’i dan bisa mengakibatkan kerancuan nasab serta
penanamannya kembali tidak dapat dilakukan tanpa melihat aurat besar ( Bahtsul
Masail, 1997). Fatwa MUI juga menetapkan bahwa hukum kloning manusia adalah
haram. Dan fatwa MUI juga mewajibkan kepada semua pihak yang terkait untuk
tidak melakukan atau mengizinkan eksperimen atau praktik kloning terhadap
manusia.
Dari segi agama, para ulama
menungkapkan bahwa teknik kloning tersebut berlawanan dengan berbagai ketentuan
ayat Al-qur’an tentang proses penciptaan manusia, merusak sistem pranata sosial
berkeluarga dan ketiadaan perbedaan. Di samping itu, perlu dibentuk suatu
Undang-Undang internasional tentang larangan praktik kloning manusia. Dan dasar
hukum diharamkannya kloning juga disampaikan oleh sejumlah tokoh di Indonesia.
E. IMPLIKASI PENERAPAN TEKNOLOGI REPEODUKSI
1. Dimensi Theologika
Penerapan
teknologi reproduksi di tanggapi secara beragam. Sebagian kelompok agamawan
menolak fertilisasi in vitro pada manusia karena mereka meyakini bahwa kegiatan
tersebut sama artinya mempermainkan Tuhan yang merupakan Sang Pencipta.
Juga banyak kalangan menganggap bahwa pengkloningan manusia secara utuh tidak
bisa dilakukan sebab ini dapat dianggap sebagai “intervensi” karya Ilahi.
Sebaliknya, Sheikh Mohammad Hussein Fadlallah, seorang
pemandu spiritual muslim fundamentalis dari Lebanon berpendapat, adalah salah
jika menganggap kloning adalah suatu intervensi karya Ilahi. Peneliti
dianggapnya tidak menciptakan sesuatu yang baru. Mereka hanya menemukan
suatu hukum yang baru bagi organisme, sama seperti ketika mereka menemukan
fertilisasi in vitro dan transplantasi organ.
Professor
Abdulaziz Sachedina dari Universitas Virginia mengemukakan bahwa Allah adalah
kreator terbaik. Manusia dapat saja melakukan intervensi dalam pekerjaan
alami, Termasuk pada awal perkembangan embrio untuk meningkatkan
kesehatan atau embrio splitting untuk meningkatkan peluang terjadinya
kehamilan.
2. Dimensi Etika
Hal
ini terpusat pada pertanyaan mengenai cara atau prosedur penerapan teknologi
reproduksi. Sebagian masyarakat menolak dengan alasan moral.
Penolakan ini timbul karena dalam program bayi tabung, proses pembuahan
dilakukan pada cawan petri sehingga hanya embrio yang diperlukan dimasukkan
kembali ke dalam rahim, sisanya “dibuang”. Hak hidup embrio yang dibuang inilah
yang dipermasalahkan. Banyak kalangan memandang tindakan itu sebagai
pembunuhan.
Hubungan
fundamental antar manusia, hubungan laki-laki dan perempuan dan kasih sayang,
dipertanyakan eksistensinya bila melakukan fertilisasi in vitro. Hal ini
menjadi lebih buruk bila sel telur dibuahi oleh sperma yang bukan dari suami
yang sah sehingga jaminan nasabnya (keutuhan keturunannya) diragukan.
3. Legalitas
Berdasarkan
pada berbagai pendapat yang pro dan kontra. Pertentangan ini mengundang
perhatian pemerintah Inggris untuk menengahi perbedaan pandangan dari kelompok
yang pro dan kontra. Maka disusunlah undang-undang yang mengizinkan penelitian
pada embrio manusia. Menurut Johnson dan Everit (1985), umur embrio yang mampu
implantasi didalam rahim adalah tahap blastosis atau pada umur 14 – 18 hari
setelah fertilisasi. Karena itu pembuangan embrio berumur kurang dari 12
hari dipandang tidak mengurangi hak hidup calon anak.
Disamping
itu, penerapan teknologi ini diizinkan bila dilakukan dengan alasan kesehatan
dan pengobatan, atau untuk meningkatkan nilai genetik sehingga menghasilkan
manusia yang lebih berkualitas. Dan yang lebih penting lagi dilakukan
oleh pasangan yang sah. Hal ini dikemukakan oleh sebagian pakar agama,
baik dari Islam, Kristen, maupun Yahudi. Sebagiannya lagi menganggap perlakuan
itu dari segala sisi adalah tidak etis, tidak manusiawi dan tidak bermoral.
F. TANGGAPAN TERHADAP TEKNOLOGI REPRODUKSI BUATAN
1. Segi Agama
a.
Islam
Dalam hukum Islam teknolologi reproduksi buatan
ini tidak di bolehkan, karena dapat
merusak nasab (keturunan). Apalagi jika anak yang dihasilkan perempuan, karena nantinya akan
mempersoalkan siapa walinya jika anak tersebut menikah. Di negara barat,
yang mana inseminasi benih penderma dilakukan dengan giatnya, mereka atasi
masalah Undang-Undang dengan menjalani proses “adopsi” secara sah. Tetapi
kedudukan di negara Indonesia masih belum jelas.
Alasan lain dari
sekelompok agamawan menolak teknologi reproduksi ini karena mereka meyakini
bahwa kegiatan tersebut sama artinya bertentangan dengan ajaran Tuhan yang
merupakan Sang Pencipta.
Manusia dapat saja melakukan campur tangan dalam pekerjaannya termasuk
pada awal perkembangan embrio untuk meningkatkan kesehatan atau untuk
meningkatkan ruang terjadinya kehamilan, namun perlu diingat Allah adalah Sang
pemberi hidup. Pada
dasarnya dalam islam reproduksi buatan merupakan hal yang diharamkan karena:
a. Mengacaukan
nasab
b. Merusak
syariat poligami
c. Mengintervensi
karya illahi
d. Dokter
(laki-laki) melihat aurat wanita tidak pada keadaan darurat
Adapun bayi tabung menurut hukum
islam, Dewan Pimpinan MUI memutuskan:
1) Bayi
tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami istri yang sah hukumnya mubah
(boleh)
2) Bayi
tabung dari pasangan suami istri dengan titipan rahim istri yang lain hukumnya
haram
3) Bayi
tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia
hukumnya haram
4) Bayi
tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami istri yang
sah hukumnya haram
b. Kristen
Agama
Kristen mengharamkan proses reproduksi buatan atau apapun bentuk dari proses
reproduksi aseksual. Hal ini disebabkan oleh keyakinan akan pendapat mereka
bahwa lahirnya seorang anak adalah kehendak Tuhan dan manusia dilarang ikut
campur urusan Tuhan. Selain itu, setiap reproduksi buatan pasti mengambil lebih
dari satu sel telur yang sudah dibuahi tetapi yang tidak ditanam didalam rahim
akan dimusnahkan. Dan karena demikian, maka orang Kristen mengatakan bahwa hal
tersebut sama dengan membunuh. Sedangkan mereka meyakini perkataan Yesus dalam Matius; 19 ayat 4-5 bahwa mempunyai
anak bukan tujuan utama pernikahan.
c. Budha
Agama budha memperbolehkan proses reproduksi
buatan karena agama budha hanya memandang suatu hal secara benar atau salah dan
baik atau buruk.
2.
Segi Medis
Teknologi reproduksi buatan adalah
penanganan terhadap gamet (ovum dan sperma) atau embrio (konsepsi) sebagai
upaya untuk mendapatkan kehamilan di luar cara alami, tetapi tidak termasuk
tindakan kloning atau duplikasi manusia.
3.
Segi Hukum/ Legal
Dilihat
dari segi hukum, pendonor sperma melanggar hukum karena akan menimbulkan sikap
etis dan tidak etis. Sikap etis timbul dilihat dari sikap pendonor sperma yang
telah memberikan spermanya untuk membantu pasangan tersebut untuk mempunyai
anak. Sedangkan sikap tidak etis muncul karena adanya tuntutan
pertanggungjawaban kepada pendonor sperma. Dengan demikian maka teknologi reproduksi buatan tersebut harus
berlandaskan nilai etika tertentu, karena bagaimanapun juga perkembangan dalam
dunia bioteknologi tidak lepas dari tanggung jawab manusia sebagai agen moral
dan subjek moral. Etika diperlukan untuk menentukan arah perkembangan
bioteknologi serta perkembangannya secara teknis, sehingga tujuan yang
menyimpang dan merugikan bagi kemanusiaan dapat dihindarkan. Dan yang penting
perlu diterapkannya aturan resmi pemerintah dalam pelaksanaan dan penerapan
bioteknologi, sehingga ada pengawasan yang intensif terhadap bahaya potensial
yang mungkin timbul akibat kemajuan bioteknologi.
4. Segi Sosial
Dari
segi sosial, dikemukakan bahwa posisi anak hasil dari teknologi reproduksi
buatan menjadi kurang jelas dalam tatanan masyarakat, terutama bila sperma yang
digunakan berasal dari bank sperma atau sel sperma yang digunakan berasal dari
pendonor, akibatnya status anak menjadi tidak jelas. Selain itu juga, di
kemudian hari mungkin saja terjadi perkawinan antar keluarga dekat tanpa di
sengaja, misalnya antar anak dengan bapak atau dengan ibu atau bisa saja
antar saudara sehingga besar kemungkinan akan lahir generasi cacat akibat
inbreeding.
5. Segi Etik
Teknologi
reproduksi buatan belum tercantum secara eksplisit di dalam buku etik
kedokteran Indonesia. Namun dapat dikemukakan beberapa hakikat terhadap
teknologi reproduksi buatan tersebut dari segi etiknya, yaitu:
a.
Menolak
melakukan kloning pada manusia karena upaya itu mencerminkan penurunan derajat
serta martabat manusia sampai setingkat bakteri.
b.
Menghimbau
para ilmuwan, khususnya kedokteran agar tidak mempromosikan kloning dalam
kaitan dengan reproduksi manusia.
c.
Mendorong
ilmuwan untuk tetap memanfaatkan bioteknologi klonisasi pada:
1)
Sel
dan jaringan, untuk meningkatkan derajat kesehatan melalui pembuatan zat
anti/antigen monokual.
2)
Sel
atau jaringan hewan dalam upaya penelitian kemungkinan melakukan klonisasi
organ.
d.
Aturan
yang berlaku sama dengan aturan pada segi hukum.
G. MANFAAT TEKNOLOGI REPRODUKSI
a) Kebahagiaan bagi pasangan-pasangan
infertil atau orang-orang yang memiliki masalah kesehatan yang sudah puluhan
tahun tidak dikaruniai anak dan oleh bantuan teknik bayi tabung, mereka dapat
memilikinya.
b) Selain untuk
memperoleh keturunan, alasan kesehatan
juga merupakan fokus utama penerapan teknologi reproduksi.
c) Menolong
wanita yang kurang subur, bila dia hanya dapat memproduksi 1 sel telur,
maka dengan teknik kloning embrio yang dihasilkan oleh satu sel telur tersebut
dapat diduplikasi. Dengan demikian, peluang untuk menjadi hamil lebih besar.
d) Orang tua yang diketahui memiliki kelainan genetik, dengan teknik
kloning, telur terbuahi dapat diduplikasi dan dievaluasi genetiknya.
e) Dikembangkan untuk menghasilkan individu
dengan bakat atau kelebihan tertentu. Misalnya, kloning DNA dari keluarga
yang memiliki kemampuan musikal dilakukan untuk menghasilkan anak yang memiliki
potensi serupa.
_Dari berbagai sumber_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar